BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran sifat merekat
[mendasari/membuat] suatu metoda penting untuk menentukan bobot molekular yang relatif
polymers. sifat merekat/Terukur pada melemahkan konsentrasi (sekitar 0.5 g/100
mL bahan pelarut) dengan menentukan waktu arus volume suatu solusi melalui
suatu kapiler untuk panjangnya ditetapkan. Juga, pengukuran sifat merekat
adalah menabrak ; menyerang temperatur tetap. Metoda adalah unik untuk menjadi
cepat, gampang, dan memerlukan hanya instrumentasi minimal. Sejumlah yang kecil
dihancurkan polymer bisa menyebabkan peningkatan luar biasa di dalam sifat
merekat. Faktor lain yang mengendalikan yang sifat merekat untuk suatu polymer
solusi meliputi yang tertentu polymer dan bahan pelarut, solute konsentrasi,
dan temperatur.
Mempertimbangkan untuk menarik
suatu zat, maka biasanya memikirkan mengenai benda padat , akan tetapi cairan juga
mempunyai kecenderungan yang kuat untuk tetap kuat. Sebagai contoh, jika air
murni tanpa ada udara yang dilarutkan didalamnya ditekan antara dua pelat
licin, maka gaya yang sangat besar diperlukan untuk memisahkan pelat-pelat
tersebut. Seperti didalam benda padat, kekohesifan cairan diakibatkan oleh
tarikan diantara molekul-molekul. Karena tarikan ini, suatu cairan mempunyai
suatu permukaan yang jelas, seperti selaput yang direnggangkan atau lembaran
karet yang diregangkan , yang cenderung mempunyai luas permukaan yang minimum.
Oleh karena itu, dilakukannya
percobaan penentuan tegangan permukaan ini yaitu agar dapat membandingkan
perbedaan suhu dengan tegangan permukaan.
1.2 Tujuan Percobaan
- Mengetahui
varian suhu yang digunakan dalam percobaan ini
- Mengetahui
pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan
- Mengetahui
hasil tegangan permukaan pada percobaan ini
1.3 Prinsip Percobaan
Pengukuran
tegangan permukaan berdasarkan metode berat tetes yang dilakukan pada zat cair
untuk membedakan zat cair yang metode berat tetesnya lebih lambat dengan
menggunakan perbandingan air.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
Tegangan
permukaan g
didefinisikan sebagai gaya
F persatuan panjang L yang bekerja
tegak lurus pada setiap garis di permukaan fluida. Permukaan fluida yang berada
dalam keadaan tegang berupa selaput cairan sangat tipis terdiri atas permukaan
bagian atas dan permukaan bagian bawah , sehingga
dimana, g =
tegangan permukaan
F = gaya
L = panjang keliling
permukaan selaput fluida (Dogra ; 1990).
Tegangan
permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat cair (fluida) yang
berada dalam keadaan diam (statis). Contoh yang menarik tetes air cenderung berbentuk
seperti balon (yang merupakan gambaran luas minimum sebuah volum) dengan zat
cair berada ditengahnya. Hal yang sama terjadi pada jarum baja yang memiliki
rapat massa lebih besar dari air tapi dapat mengembang dipermukaan zat cair.
Fenomena ini terjadi karena selaput zat cair dalam kondisi adanya gaya tarik
menarik antara molekulnya.
Air
memiliki tegangan permukaan yang besar yang disebabkan oleh kuatnya sifat
kohesi antara molekul-molekul air. Hal ini dapat diamati saat sejumlah kecil
air ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tak dapat terbasahi atau
terlarutkan (non-soluble) ; air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan.
Diatas sebuah permukaan gelas yang amat bersih atau permukaan amat halus air
dapat membentuk suatu lapisan tipis karena gaya tarik molekular antara gelas
dan molekul air (gaya adesi) lebih kuat ketimbang gaya kohesi antar molekul
air.
Tegangan
permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antar molekul
dalam cairan dan didefinisikan pada antar muka cairan dan gas. Namun, tegangan yang
mirip juga ada pada antarmuka cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan
semacam ini secara umum disebut dengan tegangan antarmuka. Tarikan antar
molekul dalam dua fase dan tegangan permukaan diantarmuka antara dua jenis
partikel ini akan menurun bila temperatur menurun. Tegangan antarmuka juga
bergantung pada struktur zat yang terlibat. Molekul dalam cairan ditarik oleh
molekul di sekitarnya secara homogeny kesegala arah. Namun, molekul dipermukaan
hanya ditarik kedalam oleh molekul yang didalam dan dengan demikian luas
permukaan cenderung berkurang. Inilah asal mula teori tegangan permukaan. Untuk
tetesan keringat maupun tetesan merkuri adalah akibat adanya tegangan
permukaan. Cairan naik dalam kapiler, fenomena kapiler juga merupakan fenomena
terkenal akibat adanya tegangan permukaan. Semakin besar tarikan antarmolekul
cairan dan molekulnya, semakin besar daya basah cairan. Bila gaya gravitasi
pada cairan yang naik dan tarikan antara cairan dan titik kapiler menjadi
berimbang.
Molekul-molekul
cairan yang berbeda dibagian fase cairan seluruhnya akan dikelilingi oleh
molekul-molekul dengan gaya tarik menarik yang sama kesegala arah sehingga
resultan gaya sama dengan nol lain halnya dengan molekul-molekul cairan pada
permukaan. Molekul-molekul itu disebelah bawah dikelilingi oleh molekul-molekul
cairan sedangkan dibagian atas oleh molekul-molekul dan fase uap sehingga gaya
tarik kebawah lebih besar dari gaya tarik keatas. Hal ini menimbulkan sifat
kecendurangan untuk memperkecil luas permukaan (Petrucci ; 1987).
Surfaktan merupakan
suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik
sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan
air (hidrofilik) dan bagian nonpolar yang suka akan minyak atau lemak
(lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif
atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorpsi pada
antarmuka udara – air, minyak-air dan zat padat – air, membentuk lapisan
tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon
keudara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendakm dalam fase minyak.
Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang,
sementara bagian polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Atkins ; 1997).
Klasifikasi surfaktan
berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu :
1.
Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang
bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana
sulfonat asam lemak rantai panjang.
2.
Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang
bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trime thil
ammonium, garam dialkil – dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil
ammonium.
3.
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang
bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliseril asam lemak, ester
sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina,
glukamina, alkil poli glukosida, monoalkohol amina, dialkanol amina dan alkil
amina oksida.
4.
Surfaktan amforter yaitu surfaktan yang
bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang
mengandung asam amino, betain, fosfobetain.
Gugus
hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air,
sedangkan gugus lipofilik bersifat nonpolar dan mudah bersenyawa dengan minyak.
Didalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila
gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul – molekul surfaktan tersebut
akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak akibatnya
tegangan permukaan air lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase
kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus nonpolarnya lebih dominan, maka
molekul – molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah
sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan
surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditingkatkan ditambahkan
melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.
BAB
3
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1
Alat dan bahan
3.1.1 Alat
- Piknometer
- Water
bath
- Timbangan
elektronik
- Stalagnometer
- Pipet
tetes
- Gelas
kimia
- Gelas
ukur
3.1.2
Bahan
- Aquadest
- Sunlight
- Bensin
3.2
Prosedur Percobaan
- Dibersihkan
alat stalagnometer dengan pelarut pembersih
- Dibuat
berbagai larutan surfaktan dengan variasi konsentrasi
- Ditentukan
massa jenis larutan tersebut dengan menggunakan piknometer
- Ditentukan
jumlah tetesan dalam volume tertentu larutan dengan stalagnometer pada suhu
yang tetap didalam water bath untuk pengaruh surfaktan dan suhu yang bervariasi
pada penentuan pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan cairan
- Ditentukan
jumlah tetes larutan pembanding (aquadest)
- Ditentukan
tegangan permukaan cairan melalui perhitungan
- Dibuat
grafik tegangan permukaan cairan terhadap konsentrasi surfaktan dan grafik
tegangan permukaan terhadap suhu
BAB
4
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
4.1.1
Tabel Pengaruh Zat Aktif
No.
|
[ ] Surfaktan
|
M. Piknometer + campuran
|
M. Campuran
|
η (jumlah tetesan)
|
1.
|
0%
|
44,97
|
26,56
|
211,6
|
2.
|
10%
|
38,17
|
19,76
|
198,5
|
3.
|
20%
|
38,12
|
19,71
|
185,5
|
4.
|
30%
|
38,08
|
19,07
|
189,0
|
5.
|
40%
|
38,62
|
20,21
|
168,6
|
4.1.2
Tabel Pengaruh Suhu
No.
|
Suhu
|
M.
Piknometer + bensin
|
M.
bensin
|
η (jumlah tetesan)
|
1.
|
43°C
|
37,37
|
18,96
|
162,5
|
2.
|
54°C
|
37,76
|
19,35
|
165,1
|
3.
|
65°C
|
37,59
|
19,18
|
159,4
|
4.
|
72°C
|
37,43
|
19,02
|
162,0
|
5.
|
79°C
|
37,37
|
19,96
|
173,9
|
M. Piknometer kosong = 18,41
gr
M. Piknometer + air = 44,97 gr – 18,41 gr = 26,56 gr
V. Piknometer = 25 mL
Jumlah tetesan (η) air = 26
Jumlah tetesan bensin = 21,16
s
M. Piknometer + bensin = 38,08
gr
4.2 Perhitungan
1.
Persentase Surfaktan
2.
Pengukur Massa Jenis
a)
rair (r0)
r =
=
= 1,0624 gr/m3
b) Pengaruh
Surrfaktan (r1)
r
=
=
= 1,0624 gr/m3
=
= 0,7904 gr/m3
=
= 0,7884 gr/m3
=
= 0,7868 gr/m3
=
= 0,8084 gr/m3
c)
Pengaruh Suhu
r =
=
= 0,7584 gr/m3
=
= 0,774 gr/m3
=
= 0,7672 gr/m3
=
= 0,7608 gr/m3
=
= 0,7584 gr/m3
3.
Tegangan Permukaan
= 71,46
dyne/cm (g0)
g
=
a)
Pengaruh zat aktif
= 71,46
= 1 x 0,123 x
71,46
= 8,79
dyne/cm
= 71,46
= 0,744 x
0,130 x 71,46
= 6,91
dyne/cm
= 71,46
= 0,742 x 0,140
x 71,46
= 7,42
dyne/cm
= 71,46
= 0,740 x
0,137 x 71,46
= 7,24
dyne/cm
= 71,46
= 0,760 x
0,154 x 71,46
= 8,36
dyne/cm
b)
Pengaruh Suhu
g
=
= 71,46
= 0,714 x 0,130 x
71,46
= 6,63 dyne/cm
= 71,46
= 0,729 x 0,128 x
71,46
= 6,67 dyne/cm
= 71,46
= 0,722 x 0,133 x
71,46
= 6,86 dyne/cm
= 71,46
= 0,716 x 0,130 x
71,46
= 6,65 dyne/cm
= 71,46
= 0,713 x 0,122 x
71,46
= 6,22 dyne/cm
4.3 Grafik
4.3.1 Pengaruh
Surfaktan
Tegangan
Permukaan
4.3.2 Pengaruh Suhu
Tegangan
Permukaan
4.4 Pembahasan
Pada
percobaan penetuan tegangan permukaan. Langkah yang dilakukan yaitu menyiapkan
semua alat yang digunakan. Ditimbang massa piknometer kosong yaitu 18,41 gr.
Kemudian piknometer yang kosong tadi ditambahkan air, sehingga diperoleh
massanya yaitu 26,56 gr. Setelah itu, diukur volume piknometer yaitu 25 mL.
Pada percobaan pengaruh zat aktif,
konsentrasi surfaktan yang digunakan bervariasi yaitu 0%, 10%, 20%, 30%, 40%.
Pada konsentrasi surfaktan 0%, diketahui massa piknometer dan campuran atau
sunlight yaitu 44,97 gr dengan massa sunlight itu sendiri 26,56. Setelah
dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 21,16. Selanjutnya,
pada konsentrasi surfaktan 10%, diketahui massa piknometer dan campuran yaitu
38,17 gr dengan massa campuran sendiri yaitu 19,76. Setelah dicampurkan
keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 19,85. Pada konsentrasi
surfaktan 20%, diketahui massa piknometer dan campuran yaitu 38,12 gr dengan
massa campuran sendiri yaitu 19,71. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung
tetesan yang terjadi, yaitu 18,55. Pada konsentrasi surfaktan 30%, diketahui
massa piknometer dan campuran yaitu 38,08 gr dengan massa campuran sendiri
yaitu 19,67. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu
18,90. Pada konsentrasi surfaktan 40%, diketahui massa piknometer dan campuran
yaitu 38,62 gr dengan massa campuran sendiri yaitu 20,21. Setelah dicampurkan
keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 16,86.
Pada percobaan pengaruh suhu, suhu
yang digunakan yaitu 43°C, 54°C, 65°C,
72°C
dan 79°C.
Pada suhu 43°C,
diketahui massa piknometer dan bensin yaitu 37,37 gr setelah dipanaskan di
water bath. Dengan massa bensin sebelum dipanaskan yaitu 18,96. Setelah itu
dihitung tetesan bensin yang sudah dipanaskan dengan suhu 43°C
yaitu 16,25. Selanjutnya, pada suhu 54°C, diketahui
massa piknometer dan bensin setelah dipanaskan yaitu 37,76 gr. Dengan massa
bensin sebelum dipanaskan yaitu 19,35. Setelah itu dihitung tetesan bensin yang
sudah dipanaskan yaitu 16,51. Selanjutnya, pada suhu 65°C,
diketahui massa piknometer dan bensin setelah dipanaskna yaitu 19,18. Setelah
itu dihitung tetesan bensin yang sudah dipanaskan dengan suhu 65°C
yaitu 15,94. Pada suhu 72°C, diketahui massa piknometer dan bensin
setelah dipanaskan yaitu 37,43 gr. Dengan massa bensin sebelum dipanaskan yaitu
19,02. Setelah itu dihitung tetesan bensin yaitu 16,20. Pada suhu 79°C,
diketahui massa piknometer dan bensin setelah dipanaskan yaitu 37,37 gr. Dengan
massa bensin sebelum dipanaskan 18,96. Setelah itu dihitung tetesan bensin
yaitu 17,39.
BAB
5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
-
Adapun variasi suhu yang digunakan yaitu
43°C,
54°C,
65°C,
72°C
dan 79°C
-
Pengaruh suhu terhadap tegangan
permukaan yaitu semakin tinggi suhu maka tegangan permukaannya semakin kecil,
karena ikatan molekul renggang
-
Hasil perhitungan dari tegangan
permukaan pada pengaruh zat aktif yaitu 8,79 dyne/cm, 6,91 dyne/cm, 7,42
dyne/cm, 7,24 dyne/cm, dan 8,36 dyne/cm
5.2
Saran
Sebaiknya dalam praktikum penentuan
tegangan permukaan selanjutnya yaitu menggunakan minyak untuk mengetahui
tegangan permukaan pada minyak.
DAFTAR
PUSTAKA
Atkins, P. W.1997. Kimia Fisika Edisi Ke empat
Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Dogra. 1990. Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta : Erlangga
Petrucci,
Ralph. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan
Terapan Modern. Bogor : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar