jam doraemon blog

<a href=http://zawa.blogsome.com>Zawa Clocks</a>

Rabu, 21 Maret 2012

Laporan Kimia Fisika 1


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pengukuran sifat merekat [mendasari/membuat] suatu metoda penting untuk menentukan bobot molekular yang relatif polymers. sifat merekat/Terukur pada melemahkan konsentrasi (sekitar 0.5 g/100 mL bahan pelarut) dengan menentukan waktu arus volume suatu solusi melalui suatu kapiler untuk panjangnya ditetapkan. Juga, pengukuran sifat merekat adalah menabrak ; menyerang temperatur tetap. Metoda adalah unik untuk menjadi cepat, gampang, dan memerlukan hanya instrumentasi minimal. Sejumlah yang kecil dihancurkan polymer bisa menyebabkan peningkatan luar biasa di dalam sifat merekat. Faktor lain yang mengendalikan yang sifat merekat untuk suatu polymer solusi meliputi yang tertentu polymer dan bahan pelarut, solute konsentrasi, dan temperatur.
Mempertimbangkan untuk menarik suatu zat, maka biasanya memikirkan mengenai benda padat , akan tetapi cairan juga mempunyai kecenderungan yang kuat untuk tetap kuat. Sebagai contoh, jika air murni tanpa ada udara yang dilarutkan didalamnya ditekan antara dua pelat licin, maka gaya yang sangat besar diperlukan untuk memisahkan pelat-pelat tersebut. Seperti didalam benda padat, kekohesifan cairan diakibatkan oleh tarikan diantara molekul-molekul. Karena tarikan ini, suatu cairan mempunyai suatu permukaan yang jelas, seperti selaput yang direnggangkan atau lembaran karet yang diregangkan , yang cenderung mempunyai luas permukaan yang minimum.
Oleh karena itu, dilakukannya percobaan penentuan tegangan permukaan ini yaitu agar dapat membandingkan perbedaan suhu dengan tegangan permukaan.


1.2  Tujuan Percobaan
-      Mengetahui varian suhu yang digunakan dalam percobaan ini
-      Mengetahui pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan
-      Mengetahui hasil tegangan permukaan pada percobaan ini
1.3  Prinsip Percobaan
Pengukuran tegangan permukaan berdasarkan metode berat tetes yang dilakukan pada zat cair untuk membedakan zat cair yang metode berat tetesnya lebih lambat dengan menggunakan perbandingan air.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tegangan permukaan g didefinisikan sebagai gaya F persatuan panjang L yang bekerja tegak lurus pada setiap garis di permukaan fluida. Permukaan fluida yang berada dalam keadaan tegang berupa selaput cairan sangat tipis terdiri atas permukaan bagian atas dan permukaan bagian bawah , sehingga
                                            
dimana,           g   = tegangan permukaan
                        F = gaya
                        L = panjang keliling permukaan selaput fluida (Dogra ; 1990).
Tegangan permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat cair (fluida) yang berada dalam keadaan diam (statis). Contoh yang menarik tetes air cenderung berbentuk seperti balon (yang merupakan gambaran luas minimum sebuah volum) dengan zat cair berada ditengahnya. Hal yang sama terjadi pada jarum baja yang memiliki rapat massa lebih besar dari air tapi dapat mengembang dipermukaan zat cair. Fenomena ini terjadi karena selaput zat cair dalam kondisi adanya gaya tarik menarik antara molekulnya.
Air memiliki tegangan permukaan yang besar yang disebabkan oleh kuatnya sifat kohesi antara molekul-molekul air. Hal ini dapat diamati saat sejumlah kecil air ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tak dapat terbasahi atau terlarutkan (non-soluble) ; air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan. Diatas sebuah permukaan gelas yang amat bersih atau permukaan amat halus air dapat membentuk suatu lapisan tipis karena gaya tarik molekular antara gelas dan molekul air (gaya adesi) lebih kuat ketimbang gaya kohesi antar molekul air.
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan gaya antar molekul dalam cairan dan didefinisikan pada antar muka cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarmuka cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan semacam ini secara umum disebut dengan tegangan antarmuka. Tarikan antar molekul dalam dua fase dan tegangan permukaan diantarmuka antara dua jenis partikel ini akan menurun bila temperatur menurun. Tegangan antarmuka juga bergantung pada struktur zat yang terlibat. Molekul dalam cairan ditarik oleh molekul di sekitarnya secara homogeny kesegala arah. Namun, molekul dipermukaan hanya ditarik kedalam oleh molekul yang didalam dan dengan demikian luas permukaan cenderung berkurang. Inilah asal mula teori tegangan permukaan. Untuk tetesan keringat maupun tetesan merkuri adalah akibat adanya tegangan permukaan. Cairan naik dalam kapiler, fenomena kapiler juga merupakan fenomena terkenal akibat adanya tegangan permukaan. Semakin besar tarikan antarmolekul cairan dan molekulnya, semakin besar daya basah cairan. Bila gaya gravitasi pada cairan yang naik dan tarikan antara cairan dan titik kapiler menjadi berimbang.
Molekul-molekul cairan yang berbeda dibagian fase cairan seluruhnya akan dikelilingi oleh molekul-molekul dengan gaya tarik menarik yang sama kesegala arah sehingga resultan gaya sama dengan nol lain halnya dengan molekul-molekul cairan pada permukaan. Molekul-molekul itu disebelah bawah dikelilingi oleh molekul-molekul cairan sedangkan dibagian atas oleh molekul-molekul dan fase uap sehingga gaya tarik kebawah lebih besar dari gaya tarik keatas. Hal ini menimbulkan sifat kecendurangan untuk memperkecil luas permukaan (Petrucci ; 1987).
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian nonpolar yang suka akan minyak atau lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorpsi pada antarmuka udara – air, minyak-air dan zat padat – air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon keudara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendakm dalam fase minyak. Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Atkins ; 1997).
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu :
1.    Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat asam lemak rantai panjang.
2.    Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trime thil ammonium, garam dialkil – dimethil   ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3.    Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliseril asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poli glukosida, monoalkohol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4.    Surfaktan amforter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat nonpolar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Didalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul – molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak akibatnya tegangan permukaan air lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus nonpolarnya lebih dominan, maka molekul – molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditingkatkan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel.





BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
-     Piknometer
-     Water bath
-     Timbangan elektronik
-     Stalagnometer
-     Pipet tetes
-     Gelas kimia
-     Gelas ukur
3.1.2 Bahan
-     Aquadest
-     Sunlight
-     Bensin

3.2 Prosedur Percobaan
-     Dibersihkan alat stalagnometer dengan pelarut pembersih
-     Dibuat berbagai larutan surfaktan dengan variasi konsentrasi
-     Ditentukan massa jenis larutan tersebut dengan menggunakan piknometer
-     Ditentukan jumlah tetesan dalam volume tertentu larutan dengan stalagnometer pada suhu yang tetap didalam water bath untuk pengaruh surfaktan dan suhu yang bervariasi pada penentuan pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan cairan
-     Ditentukan jumlah tetes larutan pembanding (aquadest)
-     Ditentukan tegangan permukaan cairan melalui perhitungan
-     Dibuat grafik tegangan permukaan cairan terhadap konsentrasi surfaktan dan grafik tegangan permukaan terhadap suhu


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Tabel Pengamatan
4.1.1        Tabel Pengaruh Zat Aktif
No.
[ ] Surfaktan
M. Piknometer + campuran
M. Campuran
η  (jumlah tetesan)
1.
0%
44,97
26,56
211,6
2.
10%
38,17
19,76
198,5
3.
20%
38,12
19,71
185,5
4.
30%
38,08
19,07
189,0
5.
40%
38,62
20,21
168,6

4.1.2        Tabel Pengaruh Suhu
No.
Suhu
M. Piknometer + bensin
M. bensin
η  (jumlah tetesan)
1.
43°C
37,37
18,96
162,5
2.
54°C
37,76
19,35
165,1
3.
65°C
37,59
19,18
159,4
4.
72°C
37,43
19,02
162,0
5.
79°C
37,37
19,96
173,9







M. Piknometer kosong             =   18,41 gr
M. Piknometer + air                  =   44,97 gr – 18,41 gr   =   26,56 gr
V. Piknometer                          =   25 mL
Jumlah tetesan (η) air                =   26
Jumlah tetesan bensin               =   21,16 s
M. Piknometer + bensin           =   38,08 gr
4.2    Perhitungan
1.    Persentase Surfaktan

 






2.    Pengukur Massa Jenis
a)    rair (r)
r   =  
    =  
     =   1,0624 gr/m3

b)   Pengaruh Surrfaktan (r1)
r     =  
=  
    =   1,0624 gr/m3
=  
    =   0,7904 gr/m­3
=   ­­
     =   0,7884 gr/m3
=   ­­
     =   0,7868 gr/m3
=   ­­
     =   0,8084 gr/m3

c)    Pengaruh Suhu
r     =  
 = 
                     =   0,7584 gr/m3
=  
    =   0,774 gr/m3
=  
    =   0,7672 gr/m3
=  
    =   0,7608 gr/m3
=  
    =   0,7584 gr/m3
3.    Tegangan Permukaan
  =   71,46 dyne/cm (g0)
g               =  

a)         Pengaruh zat aktif
    =    71,46
                 =   1 x 0,123 x 71,46
                 =   8,79 dyne/cm
    =    71,46
                 =   0,744 x 0,130 x 71,46
                 =   6,91 dyne/cm
    =    71,46
                 =   0,742 x 0,140 x 71,46
                 =   7,42 dyne/cm
    =    71,46
                 =   0,740 x 0,137 x 71,46
                 =   7,24 dyne/cm
    =    71,46
                 =   0,760 x 0,154 x 71,46
                 =   8,36 dyne/cm

b)    Pengaruh Suhu
g               =  
    =   71,46
         =   0,714 x 0,130 x 71,46
         =   6,63 dyne/cm
    =    71,46
         =   0,729 x 0,128 x 71,46
         =   6,67 dyne/cm
    =    71,46
         =   0,722 x 0,133 x 71,46
         =   6,86 dyne/cm
    =    71,46
         =   0,716 x 0,130 x 71,46
         =   6,65 dyne/cm
    =    71,46
         =   0,713 x 0,122 x 71,46
         =   6,22 dyne/cm



4.3    Grafik
4.3.1 Pengaruh Surfaktan

Tegangan Permukaan



4.3.2 Pengaruh Suhu
Tegangan Permukaan
4.4    Pembahasan
Pada percobaan penetuan tegangan permukaan. Langkah yang dilakukan yaitu menyiapkan semua alat yang digunakan. Ditimbang massa piknometer kosong yaitu 18,41 gr. Kemudian piknometer yang kosong tadi ditambahkan air, sehingga diperoleh massanya yaitu 26,56 gr. Setelah itu, diukur volume piknometer yaitu 25 mL.
Pada percobaan pengaruh zat aktif, konsentrasi surfaktan yang digunakan bervariasi yaitu 0%, 10%, 20%, 30%, 40%. Pada konsentrasi surfaktan 0%, diketahui massa piknometer dan campuran atau sunlight yaitu 44,97 gr dengan massa sunlight itu sendiri 26,56. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 21,16. Selanjutnya, pada konsentrasi surfaktan 10%, diketahui massa piknometer dan campuran yaitu 38,17 gr dengan massa campuran sendiri yaitu 19,76. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 19,85. Pada konsentrasi surfaktan 20%, diketahui massa piknometer dan campuran yaitu 38,12 gr dengan massa campuran sendiri yaitu 19,71. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 18,55. Pada konsentrasi surfaktan 30%, diketahui massa piknometer dan campuran yaitu 38,08 gr dengan massa campuran sendiri yaitu 19,67. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 18,90. Pada konsentrasi surfaktan 40%, diketahui massa piknometer dan campuran yaitu 38,62 gr dengan massa campuran sendiri yaitu 20,21. Setelah dicampurkan keduanya, dihitung tetesan yang terjadi, yaitu 16,86.
Pada percobaan pengaruh suhu, suhu yang digunakan yaitu 43°C, 54°C, 65°C, 72°C dan 79°C. Pada suhu 43°C, diketahui massa piknometer dan bensin yaitu 37,37 gr setelah dipanaskan di water bath. Dengan massa bensin sebelum dipanaskan yaitu 18,96. Setelah itu dihitung tetesan bensin yang sudah dipanaskan dengan suhu 43°C yaitu 16,25. Selanjutnya, pada suhu 54°C, diketahui massa piknometer dan bensin setelah dipanaskan yaitu 37,76 gr. Dengan massa bensin sebelum dipanaskan yaitu 19,35. Setelah itu dihitung tetesan bensin yang sudah dipanaskan yaitu 16,51. Selanjutnya, pada suhu 65°C, diketahui massa piknometer dan bensin setelah dipanaskna yaitu 19,18. Setelah itu dihitung tetesan bensin yang sudah dipanaskan dengan suhu 65°C yaitu 15,94. Pada suhu 72°C, diketahui massa piknometer dan bensin setelah dipanaskan yaitu 37,43 gr. Dengan massa bensin sebelum dipanaskan yaitu 19,02. Setelah itu dihitung tetesan bensin yaitu 16,20. Pada suhu 79°C, diketahui massa piknometer dan bensin setelah dipanaskan yaitu 37,37 gr. Dengan massa bensin sebelum dipanaskan 18,96. Setelah itu dihitung tetesan bensin yaitu 17,39.


BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-        Adapun variasi suhu yang digunakan yaitu 43°C, 54°C, 65°C, 72°C dan 79°C
-        Pengaruh suhu terhadap tegangan permukaan yaitu semakin tinggi suhu maka tegangan permukaannya semakin kecil, karena ikatan molekul renggang
-        Hasil perhitungan dari tegangan permukaan pada pengaruh zat aktif yaitu 8,79 dyne/cm, 6,91 dyne/cm, 7,42 dyne/cm, 7,24 dyne/cm, dan 8,36 dyne/cm


5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum penentuan tegangan permukaan selanjutnya yaitu menggunakan minyak untuk mengetahui tegangan permukaan pada minyak.


DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P. W.1997. Kimia Fisika Edisi Ke empat Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Dogra. 1990. Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta : Erlangga

Petrucci, Ralph. H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Bogor : Erlangga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar